Jakarta, Beritakota Online - Perjalanan Mantan Koordinator Staf Pribadi Pimpinan (Koorspripim) Polda Metro Jaya AKBP Iverson Manossoh penuh tantangan. Berangkat dari Poso hingga duduk sebagai staf andalan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran.
Bukan tanpa alasan jika Irjen Pol Fadil Imran memilih Iverson. Mereka pernah bersama dalam operasi penumpasan terorisme di Indonesia. Kendati Iverson lulusan Bintara SPN Karombasan Sulawesi Utara (1990-1991) dan bukan lulusan Akademi Kepolisian (AKPOL) seperti pada umumnya.
Cerita cukup panjang mengalir dari pria kelahiran Kota Tahuna, 28 Mei 1970 tersebut. Iverson mencatat sederet pengalaman bergelut di wilayah konflik. Dia berjibaku dalam kondisi menegangkan Operasi Poso selama bertahun-tahun sejak 2004. Masa tugasnya bahkan diperpanjang hingga empat kali.
"Mestinya masa periode saya itu tiga bulan sudah berganti orang. Sudah harus orang lain, tapi saya sampai empat kali perpanjangan Operasi Poso," kisah AKBP Iverson , seperti dilansir Time Indonesia
Namun pada November 2005 ia ditarik bergabung bersama Tim Mabes Polri oleh Wakasatgas Bareskrim di Poso, Idham Azis.
Iverson meninggalkan Posko Satgas Situmaroso, kata sandi operasi Poso saat itu. Sebuah reruntuhan bekas gedung hotel.
Idham memintanya memindahkan barang-barang pribadi dan bergabung di kamar nomor 6 hotel wisata bersama Tito Karnavian. Dia berhadapan langsung dengan Tito selaku Kasatgas Bareskrim di Poso.
"Sejak itulah saya di ekstra bed bersama Pak Tito. Bapak di atas bed," ujarnya.
Dia terus bergerak bersama tim pusat dengan Idham sebagai Wakasatgas. Pada 2007 operasi penangkapan beberapa pelaku teror berlangsung.
Proses sidang sejumlah perkara besar mulai rentetan Bom Tentena (2005), Bom Pasar Palu (2005) dan penembakan jaksa (2005) berlangsung di Jakarta karena pertimbangan keamanan.
"Sejak itulah saya sudah mulai mobilitas Jakarta-Palu-Poso sampai sidang. Karena saya sudah menjadi bagian dari keluarga Satgas anti teror bom ini kemudian mungkin Pak Tito menarik saya ke Jakarta," cerita Iver.
Iver kemudian melanjutkan dinas sebagai Satgas Anti Teror Densus 88 Mabes Polri hingga 2012. Penumpasan terorisme terus terjadi di sejumlah daerah hingga akhirnya sidang-sidang Operasi Poso tuntas.
Namun sebagai seorang ayah tiga anak, ia memiliki kerinduan untuk pulang ke kampung halaman. Tersimpan asa menjalankan tanggung jawab sebagai seorang ayah.
Pada tahun yang sama, ia mengajukan permohonan pindah tugas di Manado Sulawesi Utara.
"Saya ingin jadi polisi yang normal. Karena pengabdian udah saya hitung-hitung, ibadah saya sudah punya nilainya, menurut saya. Di Poso daerah operasi saya ikut sejak 2004 s/d 2012, kemudian saya bermohon baik-baik tertulis untuk pindah ke Manado Polda Sulut," ungkapnya.
Akan tetapi permohonan tersebut belum menuai hasil hingga satu tahun lamanya. Bahkan Tito Karnavian menyarankan Iverson agar melanjutkan sekolah. Sebuah dilema.
"Waduh kalau sekolah pasti lebih lama lagi nggak pulang-pulang. Nggak turun-turun permohonan saya ini," ujar dia.
Kemudian ia memiliki cara sendiri. Bertemu langsung dengan Staf Biro SDM Mabes Polri. Iverson menceritakan perjalanan hidupnya selama ini. Tentang harapan dekat bersama keluarga.
Gayung bersambut, kemudian surat permohonan itu turun dan ia pindah ke Manado. Iverson sempat mengemban sejumlah jabatan di Sulawesi Utara.
Namun pada 2016 ia harus kembali ke Jakarta. Tito membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Merah Putih. Idham Azis sebagai Kasatgas dan Fadil Imran sebagai perangkat Satgas. Mau tak mau ia harus kembali ke ibu kota.
Selepas itu, Iverson tercatat mengemban beberapa jabatan. Mulai Kanit Dit Krimsus PMJ, Wakasatreskrim Jakarta Barat, Kapolsek Tambora, Wakapolres Pelabuhan Tanjung Priok, Kapolsek Menteng, Kapolsek Tamansari hingga kini Koorspripim Polda Metro Jaya.
Pesan Sang Jenderal
Kedekatan dengan Fadil Imran terus berlanjut. Mulai aktivitas kegiatan Satgas hingga penangkapan paling besar kasus narkoba 1,4 ton.
"Beberapa kasus yang menjadi perhatian nasional kita kerjakan di bawah bimbingan beliau. Walaupun sempat terpisah struktur, namun Satgas mempertemukan kita saat rapat," terangnya.
Fadil saat itu selalu berpesan kepada Iverson agar bekerja satu langkah di depan. Dia juga menerapkan prinsip menempatkan keberhasilan dalam mencegah suatu kejahatan demi mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan. Menjadi Anggota Polri adalah tugas mulia karena bisa mencegah duka cita dan mencegah orang terluka.
"Dan ini karakter saya kebetulan. Jadi saya dengan beliau ini sama. Jadi saya menemukan sosok yang sama dengan jiwa saya, satu visi. Jadi kalau saya memilih satu kata siapa bapak ini, bapak ini visioner," kata dia.
Dengan demikian, bukan tanpa alasan jika Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran memilih Iverson. Mereka pernah bersama dalam penumpasan terorisme di Indonesia maupun kasus2 berskala Nasional dan Internasional lainnya, Kendati Iverson lulusan Bintara.
Kepada Iverson, Fadil menegaskan, suatu saat orang akan tahu kenapa ia memilihnya. Tak ada yang sampai di puncak dengan tiba-tiba. Sepak terjang dan pengabdian Iverson dari nol memberi pelajaran yang mahal. Proses panjang, melelahkan dan berdarah-darah.
Setelah mendapat amanah sebagai Koorspripim, ia ingin memberikan yang terbaik dengan bekerja ikhlas agar menjadi ladang ibadah.
"Ikhlas bagi saya adalah ibadah. Di manapun bertugas, saya selalu berusaha menjadikan pelayanan saya adalah ibadah," jelas penghobi olahraga sepak bola tersebut.
"Harapan setelah jabatan ini, saya menyerahkan pada Yang Maha Kuasa. Biarlah saya mengikuti kalender Tuhan. Saya yakin dan percaya tidak ada satu helai rambut pun yang luput dari pandangan Tuhan," tambah Kasatresnarkoba Polres Metro Jakarta Pusat dan mantan Koordinator Staf Pribadi Pimpinan (Koorspripim) Polda Metro Jaya. (*)
Editor : Andi Eka/Andi A Effendy
Sumber : Times Indonesia