Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro (Foto: dok. Istimewa) |
"Pengungkapan jaringan internasional TPPO dengan modus dengan modus mengirimkan mahasiswa magang ke negara Jerman melalui program Ferienjob," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam keterangan tertulis, Selasa (19/3/2024).
Djuhandhani menyebutkan para mahasiswa tersebut ternyata dipekerjakan secara ilegal. Para korban juga dieksploitasi.
"Namun para mahasiswa dipekerjakan secara non-prosedural sehingga mengakibatkan mahasiswa tereksploitasi," ucap Djuhandhani.
Dia menyebutkan Direktorat Tindak Pidana Umum awalnya mendapatkan informasi dari KBRI di Berlin soal adanya empat mahasiswa yang sedang ikut Ferienjob. Informasi dari KBRI di Berlin, lanjut Djuhandhani, program Ferienjob melibatkan 33 universitas di Indonesia dan sudah memberangkatkan 1.047 mahasiswa.
"Awal mulanya kami mendapatkan informasi dari KBRI Jerman terkait adanya empat orang mahasiswa yang datang ke KBRI, yang sedang mengikuti program Ferienjob di Jerman. Setelah dilakukan pendalaman, hasil yang didapat dari KBRI, bahwa program ini dijalankan 33 universitas di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.407 mahasiswa, yang terbagi di tiga agen tenaga kerja di Jerman," jelas Djuhandhani.
Berdasarkan informasi ini, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri melakukan penyelidikan. Djuhandhani menjelaskan secara detail modus TPPO, mulai perekrutan hingga pengiriman mahasiswa ke Jerman ini.
"Awal mula para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT CVGEN dan PT SHB. Lalu pada saat pendaftaran, korban dibebankan membayar biaya sebesar Rp 150.000 ke rekening PT CVGEN. Dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB," jelas
"Setelah LOA terbit, lalu korban harus membayar sebesar 200 euro lagi kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman atau working permit, dan penerbitan surat tersebut selama satu hingga dua bulan," sambung dia.
Tak hanya itu, alih-alih magang di Jerman, para mahasiswa dibebankan lagi dana talangan Rp 30-50 juta. Pengembalian dana tersebut dengan cara pemotongan upah kerja tiap bulan.
"Nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya. Bukan hanya itu saja, para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman," terang Djuhandhani.
Djuhandhani menuturkan kontrak kerja dibuat dalam bahasa Jerman, sehingga mahasiswa sulit memahami kalimat yang tertuang dalam kontrak kerja itu, "Mengingat mahasiswa sudah berada di Jerman sehingga mau tak mau menandatangani surat kontrak kerja dan working permit tersebut," ujar Djuhandhani.
Editor : Andi Eka/Andi A Effendy
Sumber : Detikcom